Berbagi ke

Sabtu, 19 Oktober 2013

Rumah Adat Banjar Gajah Manyusu


Gajah Manyusu adalah salah satu rumah tradisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Pada rumah induk memakai atap perisai buntung dengan tambahan atap sengkuap (Sindang Langit) pada emper depan, sedangkan anjungnya memakai atap sengkuap (Pisang Sasikat) atau dapat pula menggunakan atap perisai.

Rumah Gajah Manyusu
Ciri-cirinya :
-   Tubuh bangunan induk memakai atap perisai bunting (bahasa Banjar : atap gajah hidung bapicik) yang  menutupi serambi yang disebut pamedangan.
-       Pada teras terdapat 4 buah pilar yang menyangga emper depan (bahasa Banjar : karbil) yang memakai atap sengkuap yang disebut atap Sindang Langit. Empat pilar penyangga emper depan (karbil) pada teras dapat diganti model konsol.
-         Pada Tawing Hadapan terdapat tangga naik yang disebut Tangga Hadapan dengan posisi lurus ke depan. Terdapat Serambi yang disebut Pamedangan yang menggunakan pagar susur yang disebut Kandang Rasi.
-         Serambi dapat dibuat berukuran kecil saja pada salah satu sudut.
-         Sayap bangunan (anjung) memakai atap sengkuap yang disebut atap Pisang Sasikat seperti pada rumah Bubungan Tinggi.

Pada tipe lainnya sayap bangunan yang disebut anjung menggunakan model Anjung Surung seperti pada rumah Cacak Burung.

Ruang
-         Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang Ruang terbuka/teras rumah yang disebut Surambi Sambutan
-         Ruang setengah terbuka/serambi atas yang disebut Pamedangan
-         Ruang Tamu yang disebut Ambin Sayup
-         Ruang Dalam yang disebut Palidangan diapit oleh Anjung terdiri dari Anjung Kanan dan Anjung Kiwa

Pantry yang disebut Padapuran atau Padu
"Rumah ini mempunyai ciri pada bentuk atap limas dengan hidung bapicik (atap mansart) pada bagian depannya. Anjung mempunyai atap Pisang Sasikat, sedang surambinya beratap Sindang Langit"

Senin, 14 Oktober 2013

Rumah Adat Banjar Gajah Baliku

Gajah Baliku adalah salah satu rumah tradisonal suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan. Gajah Baliku mirip dengan Rumah Bubungan Tinggi, tetapi pada Bubungan Tinggi ruangan di sisi luar Tawing Halat (dinding tengah) lantainya berjenjang sedangkan pada Gajah Baliku tidak berjenjang karena Bubungan Tinggi untuk bangunan keraton yang bersifat hierarkis. Rumah Gajah Baliku Gajah Baliku pada ruang tersebut tidak memakai atap sengkuap (Atap Sindang Langit) tetapi memakai kuda-kuda dengan atap perisai (Atap Gajah) dengan lantai ruangan datar saja sehingga menghasilkan bentuk bangun ruang yang dinamakan Ambin Sayup. 

Sedangkan pada kedua anjung memakai atap Pisang Sasikat (atap sengkuap). Ciri-ciri rumah Gajah Baliku adalah :
a. Atap jurai, hidung bapicik bentuk muka (maksudnya atap perisai)
b. Ambin terbuka kiri/kanan anjung
c. Atap bubungan tinggi
d. Atap sindang langit tidak ada kecuali pada kedua anjung
e. Panampik Kacil tidak ada, yang ada hanya Panampik Basar


Ciri-ciri lainnya :
Bagian-bagian sama dengan Rumah Bubungan Tinggi, yang berbeda adalah atap yaitu :
1. Atap Bubungan Tingginya sama
2. Atap kedua anjung, atap sindang langit (atap sengkuap)
3. Atap penampok kecil diganti dengan atap jurai dengan muka hidup bapicik atau atap perisai
4. Atap Panampik Padu beratap Jurai

Ruangan
Ruangan yang berturut-turut dari depan ke belakang :
1. Palatar Sambutan
2. Palatar Pamedangan
3. Ambin Sayup
4. Palindangan diapit oleh Anjungan Kanan dan Anjungan Kiwa
5. Padapuran (Padu

Catatan : Meski sudah berusia 202 tahun, rumah tersebut masih terlihat kokoh dan menarik. Didalam rumah tersebut dapat anda lihat interior ukiran khas Banjar. Bahan bangunannya semua dari kayu ulin dengan konstruksi Rumah Ba-anjung Rumah Bumbungan Tinggi dengan konstruksi pokoknya yang terbagi menjadi beberapa bagian. Bangunan yang memanjang lurus kedepan, merupakan Bangunan Induk, bangunan yang menempel pada sisi kanan dan kiri disebut Anjung. Bubungan atap yang Memanjang kebelakang disebut Atap Hambin Awan. Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut Atap Sindang Langit sedangkan bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi. Pada awalnya bentuk bangunan rumah ini hanya digunakan untuk bangunan Istana atau Keraton, namun pada perkembangan selanjutnya banyak masyarakat Banjar yang mendirikan rumah dengan model yang sama. Jika berkunjung kerumah adat Banjar ini anda akan merasa nyaman. Meski cuaca diluar terasa pamas, didalam rumah ini anda akan menemukan kesejukan alami. 

Untuk Keterangan Denah, Skema dan Gambar bisa melihat DISINI

Minggu, 13 Oktober 2013

Rumah Adat Banjar Bubungan Tinggi


























Rumah Bubungan Tinggi adalah salah satu rumah tadisional suku Banjar (rumah Banjar) di Kalimantan Selatan.
ciri-cirinya adalah :
a.  Atap Sindang Langit tanpa plafon
b.  Tangga Naik selalu ganjil
c.  Pamedangan diberi Lapangan kelilingnya dengan kandang rasi berukir

Konstruksi Rumah Adat Banjar atau rumah ba-anjung dibuat dengan bahan kayu. Faktor alam Kalimantan yang penuh dengan hutan rimba telah memberikan bahan konstruksi yang melimpah kepada mereka, yaitu kayu. Sesuai dengan bentuk serta konstruksi bangunan rumah adat Banjar tersebut maka hanya kayulah yang merupakan bahan yang tepat dan sesuai dengan konstruksi bangunannya.

Bagian Konstruksi Pokok
Konstruksi pokok dari rumah adat Banjar dapat dibagi atas beberapa bagian,   yaitu :
a.       Tubuh bangunan yang memanjang lurus ke depan, merupakan bangunan induk.
b.      Bangunan yang menempel di kiri dan kanan disebut anjung.
c.       Bubungan atap yang tinggi melancip disebut Bubungan Tinggi.
d.      Bubungan atap yang memanjang ke depan disebut atap Sindang Langit
e.       Bubungan atap yang memanjang ke belakang disebut atap Hambin Awan).

Tubuh bangunan induk yang memanjang terus ke depan dibagi atas ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya.

Ruangan
Ruangan-ruangan yang berjenjang lantainya ialah :
1.      Palatar (pendopo atau teras), ruangan depan yang merupakan ruangan rumah yang pertama setelah menaiki tangga masuk. Ukuran luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter. Palatar disebut juga Pamedangan.
2.      Panampik Kacil, yaitu ruangan yang agak kecil setelah masuk melalui Lawang Hadapan yaitu pintu depan. Permukaan lantainya lebih tinggi daripada lantai palatar. Ambang lantai disini disebut Watun Sambutan. Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.
3.      Panampik Tangah yaitu ruangan yang lebih luas dari panampik kacil. Lantainya juga lebih tinggi dari ruang sebelumnya. Ambang lantai ini disebut Watun Jajakan.
4.      Panampik Basar atau Ambin Sayup, yaitu ruangan yang menghadapi dinding tengah (Banjar: Tawing Halat). Permukaan lantainya lebih tinggi pula dari lantai sebelumnya. Ambang Lantainya disebut Watun Jajakan, sama dengan ambang lantai pada Panampik Tangah. Luas ruangan 7 x 5 meter.
5.      Palidangan atau Ambin Dalam, yaitu ruang bagian dalam rumah yang berbatas dengan panampik basar. Lantai palidangan sama tinggi dengan lantai panampik basar (tapi ada juga beberapa rumah yang membuat lantai panampik basar lebih rendah dari lantai palidangan). Karena dasar kedua pintu yang ada di tawing halat tidak sampai ke dasar lantai maka watun di sini disebut Watun Langkahan. Luas ruang ini 7 x 7 meter. Di dalam ruangan Palidangan ini terdapat tiang-tiang besar yang menyangga bubungan tinggi (jumlahnya 8 batang). Tiang-tiang ini disebut Tihang Pitugur atau Tihang Guru.
6.      Panampik Dalam atau Panampik Bawah, yaitu ruangan dalam yang cukup luas dengan permukaan lantai lebih rendah daripada lantai palidangan dan sama tingginya dengan permukaan lantai panampik tangah. Ambang lantai ini disebut pula dengan Watun Jajakan. Luas ruang 7 x 5 meter.
7.      Padapuran atau Padu, yaitu ruangan terakhir bagian belakang bangunan. Permukaan lantainya lebih rendah pula dari panampik bawah. Ambang lantainya disebut Watun Juntaian. Kadang-kadang Watun Juntaian itu cukup tinggi sehingga sering di tempat itu diberi tangga untuk keperluan turun naik. Ruangan padapuran ini dibagi atas bagian atangan (tempat memasak) dan salaian (tempat mengeringkan kayu api), pajijiban dan pagaduran (tempat mencuci piring atau pakaian). Luas ruangan ini adalah 7 x 3 meter.

Ukuran
Tentang ukuran tinggi, lebar dan panjang setiap rumah adat Banjar pada umumnya relatif berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh karena ukuran pada waktu itu didasarkan atas ukuran depa atau jengkal. Ukuran depa atau jengkal tersebut justru diambil dari tangan pemilik rumah sendiri; sehingga setiap rumah mempunyai ukuran yang berbeda. Ada kepercayaan di sana yang mengatakan bahwa setiap ukuran haruslah dengan hitungan yang ganjil bilangan ganjil. Penjumlahan ganjil tersebut tidak saja terlihat di dalam hal ukuran panjang dan lebar, tapi juga sampai dengan jumlah hiasan tangga, anak tangga, layang-layang puncak dan lain-lain.

Jikalau diukur, maka panjang bangunan induk rumah adat Banjar pada umumnya adalah 31 meter sedang lebar bangunan induk adalah 7 meter dan lebar anjung masing-masing 5 meter.

Lantai dari permukaan tanah sekitar 2 meter yaitu kolong di bawah anjung dan palidangan; sedangkan jarak lantai terendah rata-rata 1 meter, yaitu kolong lantai ruang palatar. Tata Ruang dan Kelengkapan Rumah Tradisonal Banjar Tata ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi membedakan adanya tiga jenis ruang yaitu ruang terbuka, setengah terbuka dan ruang dalam. Ruang terbuka terdiri dari pelataran atau serambi, yang dibagi lagi menjadi surambi muka dan surambi sambutan. Ruang setengah terbuka diberi pagar rasi disebut Lapangan Pamedangan. Sedangkan ruang dalam dibagi menjadi Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil), Paluaran (Panampik Basar), Paledangan (Panampik Panangah) yang terdiri dari Palidangan Dalam, Anjung Kanan dan Anjung Kiwa, serta Panampik Padu (dapur). Secara ringkas berikut ini akan diuraikan situasi ruang dan kelengkapannya;
-          Surambi
Di depan surambi muka biasanya terdapat lumpangan tempat air untuk membasuh kaki. Pada surambi muka juga terdapat tempat air lainnya untuk pembasuhan pambilasan biasanya berupa guci.
-          Pamedangan
Ruangan ini lantainya lebih tinggi, dikelilingi pagar rasi. Biasanya pada ruang ini terdapat sepasang kursi panjang.
-          Pacira dan Panurunan (Panampik Kacil)
Setelah masuk Pacira akan didapatkan tanggui basar dan tanggui kacil di arah sebelah kiri, sedangkan arah sebelah kanan terdapat pengayuh, dayung, pananjak dan tombak duha. Di sayap kanan ruangan terdapat gayung, sandal dan terompah tergantung di Balabat Panurunan. Sebagai perlengkapan penerangan dalam ruangan ini terdapat dua buah lampu gantung.
-          Paluaran (Panampik Basar)
Ruangan ini cukup besar digunakan untuk berbagai kegiatan keluarga dan kemasyarakatan apabila masih kekurangan ruang Tawing Halat yang memisahkan dengan Palidangan dapat dibuka. Di bagian tengah di depan Tawing Halat ini terletak bufet. Di atasnya agak menyamping ke kiri dan ke kanan terdapat gantungan tanduk rusa. Di tengah ruangan terdapat dua buah lampu gantung. Lantainya diberi lampit dan kelengkapan bergerak seperti paludahan, kapit dan gelas, parapen, rehal.
-          Palidangan (Panampik Panangah)
Ruangan ini terdiri dari Paledangan Dalam dan Anjung Kiwa - Anjung Kanan. Fungsi ruang sama dengan Paluaran, namun biasanya diperuntukkan bagi kaum wanita. Di sini terdapat kelengkapan lemari besar, lemari buta, kanap, kendi. Lantainya diberi hambal sebagai alas duduk.
-          Anjung Kanan - Anjung Kiwa
Ruang Anjung Kanan merupakan ruang istirahat yang dilengkapi pula dengan alat rias dan perlengkapan ibadah. Sedangkan Anjung Kiwa merupakan tempat melahirkan dan tempat merawat jenazah. Di sini juga di beri perlengkapan seperti lemari, ranjang, meja dan lain-lain.
-          Padu (dapur) 
      Di samping untuk tempat perlengkapan masak dan kegiatannya, ruang padu ini juga digunakan untuk menyimpan bahan makanan. Perlengkapan umum yang terdapat di dalamnya adalah dapur, rak dapur, pambanyuan, lemari, tajau, lampit dan ayunan anak. Bentuk arsitektur dan pembagian ruang rumah tradisional Bubungan Tinggi mempunyai kesamaan prinsip antara satu dengan lainnya, dengan perbedaan-perbedaan kecil yang tidak berarti. Dari sini dapat dilihat bahwa rumah tradisional Bubungan Tinggi tersebut mempunyai keterikatan dengan nilai tradisional masyarakatnya. Jadi meskipun pada awalnya bentuk tersebut dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan fungsi dan adaptasi terhadap lingkungan, tetapi karena sifatnya yang berulang-ulang kemudian dari bentuk fungsional tersebut berubah menjadi bentuk yang tradisional.


Catatan :
Bagi anda yang ingin mengetahui lebih banyak adat banjar, bisa menengoknya di Teluk Selong, kurang lebih 3,2 kilometer dari kota Martapura. Terdapat dua buah rumah adat banjar yang legendaris. Rumah Adat Banjar Gajah Baliku dan Bubungan Tinggi. Rumah Adat ini dibangun oleh H.M. Arif dengan istrinya bernama Hj. Fatimah pada tahun 1811 M.

-oOo-

Newer Posts Older Posts